Selasa, 23 Juli 2013

Manusia Ngahiang

Saat itu aku masih duduk di bangku SMP. Ketika itu, keluargaku menempati sebuah rumah dinas peninggalan jaman Belanda. Bangunannya cukup besar, berlantai dua seluas kurang lebih 1000 meter persegi. Dan tentu saja kelihatan seram. Di atas tanah sekitar 2000 meter persegi itulah, rumah besar itu menjulang kokoh.

Halaman rumahnya sangat luas, dengan pohon-pohon besar berusia tua. Salah satu di antaranya adalah pohon beringin besar dengan akar-akar gantungnya yang merambahi seluruh permukaan batangnya.

Pada suatu sore, di kamar tidur keluarga yang terletak di lantai atas, termasuk ruang keluarga, semua keluarga sedang berkumpul. Sementara aku terpisah sendiri di kamar Ayah. Sebab, aku sedang asyuik membaca buku cerita. Saat itu hari masih sore. Posisiku menyandar di pintu penghubung antar kamar Ayah dengan kamar kakakku.

Kejadian itu masih membekas di ingatanku dengan jelas hingga sekarang. Karena dari sekian kali pengalamanku melihat makhluk halus, kejadian itulah yang paling menakutkan.

Pintu dalam keadaan terbuka, sehingga aku yang berada tepat di antara kedua kamar itu, kamar orangtua di sebelah kanan dan kamar lainnya di sisi kirinya, posisiku cukup nyaman untuk membaca. Karena pencahayaan cukup terang.

Dalam keasyikan membaca, dari sudut mata, aku mulai menyadari bahwa ada seseorang sedang melakukan sesuatu di kamar sebelah kiri. Sekilas, seperti orang sedang melaksanakan ibadah shalat. Aku tetap membaca. Begitu satu halaman selesai, kesadaranku mulai muncul. Siapa ya yang sedang shalat? Seluruh anggota keluarga kan sedang berada di ruang keluarga. Walau mulai berpikir, aku masih tenang dan meneruskan membaca.

Lamat-lamat, aku mulai menyadari bahwa orang tersebut shalat dengan arah yang terbalik. Kiblat tentu di arah barat, jadi seharusnya di membelakangiku. Tapi saat itu justru dia menghadap ke arahku. Tak perlu berpikir panjang, aku langsung mengalihkan perhatian dari buku cerita yang sedang aku baca ke arah orang yang sedang shalat tersebut, dengan maksud memberitahu arah yang benar.

Pada saat itulah aku melihat sesosok lain mengenakan mukena warna putih sedang berdiri dengan pendangan lurus ke arahku. Matanya tampak hitam, seperti bolong dinaungi alis yang sangat tebal dan hitam. Dalam hitungan sepersekian detik, aku sudah lari tunggang langgang ke ruang keluarga. Waktu itu terus terang aku merasa amat sangat ketakutan sekali.

Selang beberapa hari, Ibu yang khawatir mendengar yang kualami, memanggil seorang kiai untuk berdoa bersama. Kata kiai tersebut, makhluk yang aku lihat adalah manusia ngahiang. Artinya, manusia yang berpindah ke alam lain. Entah itu ke alam jin ataukah ke alam mana, aku sendiri tidak tahu, sebab aku kurang paham dengan pembicaraan antara Pak Kiai dengan Ayah.

Konon, makhluk itu tidak merasa perlu shalat ke arah kiblat. Mereka menganut ke arah mana pun adalah benar. (Dikutip dari Koran Memo rubrik Misteri dan dikisahkan oleh Putri Mantiri di Salemba, Jakarta Timur/Gambar hanya sebagai ilustrasi dan bukan yang sebenarnya)

Senin, 22 Juli 2013

Ketika Motorku Mendadak Mati

Beberapa tahun lalu terjadi sebuah kecelakaan tragis yang melenyapkan nyawa seorang perempuan muda bernama Ningsih, di sebuah jembatan di kawasan Gurah-Kediri. Sepeda motor yang sedang dikendarai perempuan itu, terjungkal masuk sungai karena tersenggol sebuah truk minyak tanah.

Kecelakaan itu semakin menggiriskan hati yang melihat, manakala ada bagian tubuh yang hilang dari mayat tersebut. Sebuah bola mata! Sudah dicari-cari, tetapi tidak ditemukan. Mitos pun berlanjut bahwa bola mata itu adalah tumbal dari penunggu jembatan tersebut.

Dari kisah itu, kemudian memunculkan kepercayaan bahwa arwah Ningsih telah menjelma menjadi arwah gentayangan. Tak sekali dua kali muncul menemui orang-orang yang lewat di sekitar jembatan atau warga setempat yang kebetulan berjaga sampai malam. Termasuk aku!

Peristiwa itu terjadi, manakala aku sedang bersepeda motor menuju rumah teman yang letaknya sekitar 2 km dari rumah. Kisah lengkapnya berawal ketika ada telepon dari teman bahwa barang pesananku berupa kompor gas telah didapat dari sebuah toko.Aku pesan kepadanya karena temanku itu berbelanja ke kota Kediri. Daripada kelaur uang lebih dan membuat lelah, aku titip saja kepadanya.

Malam itu sekitar jam 9, aku berangkat naik sepeda motor. Tak ada perasaan atau firasat apa pun yang ada dalam benakku. Kecuali sedikit ingatan tentang kisah tragis beberapa tahun lalu di jembatan tersebut. Sedikit ada rasa gentar dan takut menyerang hati, tapi aku mencoba untuk mengabaikannya.

Tak pelak, aku pun memacu sedikit kencang ketika motorku sudah mencapai kawasan jembatan. Tetapi apa daya, sebuah keanehan terjadi. Mesin motorku mendadak mati dan terhenti seketika, sekitar 5 meter dari bibir jembatan. Aku pun hanya diam terpana karena sadar akan apa yang sedang terjadi. Benar saja. Dalam kegugupan, aku melihat bayangan perempuan muncul dari balik keremangan malam.

Bayangan seorang perempuan berambut panjang dengan gaun putih bersih berkibar tertiup angin. Aku hanya terpaku melihat wajahnya yang nampak pucat. Bibirnya terbuka seakan berkata-kata, tapi sama sekali tak mengeluarkan suara.

Aku pun semakin terpaku, ketika kulihat matanya tinggal sebelah. Matanya yang sebelah kiri hanya berlubang hitam tanpa bola mata. Sadarlah aku dengan apa yang tengah menimpaku. Sedikit keberanian dan kemampuan membaca ayat-ayat Al Qur'an aku paksakan hingga berhasil mengusir bayangan arwah itu.

"Kamu sih, sudah tahu ada hantunya masih juga sembrono. Makanya sebelum lewat jembatan itu, berdoa dulu agar hantunya tidak muncul," Sugiyanto, temanku itu mengolokku. (Dikutip dari Koran Memo rubrik Misteri dan dikisahkan oleh Guntur Suharto di Gurah, Kediri, Jawa Timur/Gambar hanya sebagai ilustrasi dan bukan yang sebenarnya)




Selasa, 09 Juli 2013

Akibat Lupa Nadzar

Kisah berikut saya ambil dari Koran Memo rubrik Misteri dan dikisahkan oleh Gunadi di Sedati Sidoarjo, Jawa Timur.

Ada kalanya sebuah peristiwa menakutkan memang tidak mudah dihapuskan dari ingatan. Peristiwa itu akan selalu menghantui. Hal yang sama juga terjadi padaku. Dalam perjalanan hidupku, ada sebuah peristiwa yang tidak mudah aku lupakan. Apalagi peristiwa itu menyangkut jati diriku. Jika ayahku masih ada, mungkin aku bisa menanyakannya kepada beliau. Kini tinggal ibuku dan tak mungkin aku mendesakkan pertanyaan-pertanyaan yang bisa membuatnya bersedih atau menangis.

Kejadiannya sendiri terkait dengan alam tidak kasat mata. Terjadi sudah puluhan tahun lalu. Meski begitu, hingga usiaku yang menapak hampir 30 tahun, kejadian itu demikian menghantuiku. Bahkan, aku pernah mempertanyakan diriku sendiri, siapa sebenarnya aku ini?

Sejak kecil, orangtuaku memang dekat dengan hal-hal yang gaib. Tapi bukan berarti ayah atau ibuku dukun, melainkan karena memang mereka orang-orang yang percaya pada keberadaannya. Hal itu karena kultur keduanya memang pekat dengan adanya tradisi yang berhubungan dengan alam tidak kasat mata. Tak heran, bila sejak kecil aku selalu mengalami hal-hal yang tidak bisa dinalar.

Ketika usiaku menginjak akil balig, sekitar 17 tahun, Ibu menceritakan kisah yang membuatku geleng-geleng kepala. Kejadiannya ketika keluargaku tinggal di rumah Kakek di Gresik. Aku masih bayi, sehingga aku tidur di antara Ayah dan Ibu. Waktu itu pukul 1 malam, kata Ibu, Ayah sudah terlelap tidur sedangkan Ibu masih setengah sadar karena aku masih belum tidur. Entah mengapa, tiba-tiba angin bertiup kencang. Kata Ibu, suaranya sampai terasa masuk ke dalam kamar.

Kejadian itu terus menerus. Bahkan tiga hari setelah kejadian itu masih juga begitu. Hanya saja pada hari ketiga, terjadi keanehan. Sebab desir angin itu disertai sosok makhluk asing. Ia lelaki sudah tua, berambut putih dan panjang, berjenggot dan mengenakan baju putih panjang seperti jubah.

Konon menurut Ibu, makhluk itu ingin mengambil aku. Tetapi ibuku memeluk erat diriku. Melihat kenekatan Ibu, makhluk itu merasa sangat sedih. Bahkan kata Ibu, makhluk itu sampai menangis. Entah alasan apa makhluk itu ingin mengambil aku.

Menurut Ibu, setelah kejadian itu Ibu membawaku ke seorang sesepuh kenalan kakekku. Katakanlah ia `orang ngerti` yang alim. Oleh sesepuh itu, aku diberi sesuatu yang bisa melindungi diriku dari incaran makhluk-makhluk tidak kasat mata. "Setelah kamu dibawa ke sana, lalu kita nyekar ke makam leluhur, kamu tidak diganggu lagi," tandas Ibu kala itu.

Ketika usiaku menginjak duapuluhan tahun, ternyata kejadian yang diceritakan Ibu itu cukup menghantuiku. Di sela-sela kuliahku di sebuah perguruan tinggi di Surabaya, aku menyibukkan diri untuk menguak apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya dari kakek, aku sedikit tahu latar belakang kejadian aneh itu.

Kata kakek, dulu,  antara Ayah dan Ibu dapat dikatakan sebagai pasangan yang dijodohkan orangtua. Pada awal-awal berumah tangga, mereka tidak rukun. Setelah mereka akur, ternyata muncul masalah lagi. Sebab, tidak kunjugn dikarunia anak. Akhirnya, Ayah dan Ibu sepakat pergi ke makam seorang leluhur di daerah kakekku (maaf, aku tidak bisa menjelaskannya. Aku diwanti-wanti kakek agar sekali- sekali jangan menyebutkan leluhur ini pada orang lain). Di sana, ayahku bernadzar atau berjanji, jika dikarunia anak, maka ia akan ... Aku sendiri tidak tahu apa nadzarnya dan tidak mungkin menanyakannya pada Ayah.

"Mungkin kamu didatangi makhluk itu, karena nadzar ayahmu belum dipenuhi," tandas kakekku yang berasal dari garis Ibu. (Gambar hanya sebagai ilustrasi dan bukan yang sebenarnya)

Minggu, 07 Juli 2013

Ya Tuhaaan ...

Sejak sore, hatiku sudah diliputi kegundahan. Tapi, aku tak tahu apa yang membuatku demikian. Tak urung, perilakuku pun tampak seperti orang bingung. Masuk keluar kamar tanpa tahu apa yang harus aku lakukan. Duduk tidak enak, berbaring pun tak enak. Aku benar-benar berada pada situasi yang sama sekali tidak aku mengerti.

"Ada apa, Yul, seperti orang bingung begitu?" Ibu menegurku. Aku hanya menggeleng saja sambil berlalu. Aku paham dengan teguran Ibu, karena bagaiman pun seorang ibu memang peka pada putrinya.

Ketika malam sudah beranjak dari senja, kegalauanku masih saja terasa di dada. Ah, ada apa gerangan? Demikian batinku bertanya-tanya dan berulang-ulang. Tetapi setiap aku bertanya, aku seperti membentur dinding kosong dan tak tahu harus berbuat apa. Karena tak ada jawaban dan keadaanku semakin membingungkan.

Pada jam 9 malam, aku berangkat tidur. Acara tivi saat itu tak ada yang mampu mengusir rasa resahku. Kamar kukunci dari dalam sebagaimana biasa. Jendela pun aku kunci. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, ketika tiba-tiba telingaku mendengar suara ketukan di jendela. Sangat halus. "Mungkin daun jatuh menerpa jendelaku," batinku sambil menguncinya kembali.

Selanjutnya, aku terbaring untuk menenangkan hati dan pikiranku yang tak bisa berjalan seiring. Tetapi baru saja pelupukku kukatupkan, aku dikagetkan dengan sebuah peristiwa : Aku merasa Galih, kekasihku mendatangiku. Ia seakan-akan keluar dari asap yang mengepul. Ia lalu berjalan ke arahku dengan pandangan sedih yang tak bisa kukatakan. Tak ada suara dari mulutnya. Tak ada gerak bibir yang mengguratkan sapa. Ketika ia akan menggapaiku, mendadak ...Aku terbangun dengan nafas tersengal-sengal.

Astagfirullaa! Kalimat itu beberapa kali aku ucapkan, karena aku merasa apa yang aku lihat barusan bukan mimpi. Aku berada di antara kndisi sadar dan tidak. Sehingga apa yang tampak, benar-benar kusadari. Bahkan, aroma tubuh Galih masih bisa kurasakan kehadirannya.

Aku langsung memalingkan muka ke arah foto Galih di meja. Aku merasa merinding sendiri, tanpa tahu sebabnya. "Adakah kesulitan yang menimpamu di rantau, Sayang. Ataukah kau akan menyudahi hubungan kasih kita yang kita rajut cukup panjang ini?" batinku, berusaha menerka-nerka.

Aku berpikir demikian, karena aku percaya bahwa ikatan cinta bisa menjadikan batin peka dengan pasangannya. Apalagi, jika ikatan itu dilandasi dengan niat suci dan keluhuran. Adapun, aku dan Galih adalah sepasang kekasih yang sudah membina hubungan hampir 4 tahun lebih. Ketika ia merantau ke Mataram, karena ditugaskan di sana, cintaku padanya tak lekang oleh jarak. Cintanya kepadaku juga tak teragukan, karena hampir tiap minggu ia menelpon. Begitu pulang ke Malang, ia pun ke rumahku dulu, sebelum ke rumah orangtuanya.

Kriiing! Terdengar suara telpon berdering. Aku lalu pasang telinga. Kudengar Ibu mengangakat telpon dan berbicara dengan seseorang dari seberang. Pembicaraan yang cukup singkat rupanya. Begitu telpon ditutup, kudengar langkah kaki Ibu menuju kamarku. Beliau mengetuk pintu kamarku dengan halus sambil memanggil namaku. Begitu pintu terbuka, Ibu langsung memelukku. Beliau mengabarkan kabar duka : Galih baru saja meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas ... Belum sempat kalimatnya selesai, aku sudah tak ingat apa-apa. Dunia tiba-tiba gelap! Peristiwa itu terjadi menjelang tahun baru beberapa tahun yang lalu. (Diambil dari Koran Memo rubrik Misteri dan dikisahkan oleh Yulianingsih di Batu, Malang, Jawa Timur/ Gambar hanya sebagai ilustrasi dan bukan yang sebenarnya))

Sabtu, 06 Juli 2013

Ketika Kencing di Pohon Beringin Tua

Kisah berikut saya ambil dari Koran Memo rubrik Misteri dan dikisahkan oleh Warsito di Purwoasri Kediri.

Yang namanya apes memang tidak bisa diduga. Kapan saja dan di mana saja bisa terjadi, termasuk apa yang pernah menimpaku. Walau aku sudah berhati-hati, toh nyatanya tidak bisa ditolak. Akibatnya, aku harus sakit demam selama 1 minggu.

Desaku di kawasan Purwoasri, Kediri memang sepi. Kesunyian itu tidak hanya karena rendahnya tingkat industri dan transportasi, melainkan juga masih banyaknya mitos dan tempat-tempat yang dianggap keramat. Tak terkecuali sebuah pohon beringin besar yang letaknya hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumahku. Menurut Nenek, usia beringin itu sudah sangat tua. Ratusan tahun mungkin. "Ketika Nenek lahir, pohon itu sudah besar, kok!" demikian penjelasannya.

Selain Nenek, beberapa tetangga menceritakan beberapa kasus sawanen, memedi dan hantu-hantu menakutkan di sekitarnya. Tak sedikit di antaranya terserang demam atau kesurupan setelah mendekati atau berbuat jahil kepada pohon itu. Karenanya, banyak orang tua yang selalu mengingatkan kami, anak-anak muda ini, untuk selalu berhati-hati menghadapi siapa pun yang berada di balik misteri pohon beringin itu.

Demikian pula denganku, walau sebenarnya tidak ada ketakutan atau kekhawatiran, tetapi akan lebih baik jika tidak membuat marah mereka. Aku pun selalu menghindar, jangan sampai melakukan hal-hal yang membuat mereka memarahiku.

Tetapi pada malam Kamis Pon, beberapa tahun silam, hal itu tidak berlaku. Dari rumah aku berangkat ke rumah Jito dengan maksud hendak ngobrol atau sekedar berbincang-bincang. Barangkali saja ada yang bisa didiskusikan.

Namun, baru setengah jam duduk, Gatot dan Harsono datang sambil membawa minuman keras. Maklumlah anak muda. Berhubung tak mungkin menolak, aku pun terpaksa ikut larut dalam tradisi anak muda yang sering disebutnya dengan jamuan perhormatan. "Ya, sekedar penghormatan!" kata Jito sambil ketawa.

Tetapi bukan cuma sesloki yang harus aku habiskan. Sebab setelah sloki pertama, teman-teman tetap memintaku untuk meneruskan pesta itu.

Dengan kepala pusing, aku melangkahkan kaki pulang ke rumah. Aku dengan terpaksa pamit kepada teman-teman, karena sudah tidak sanggup melanjutkan minum. aku berjalan sempoyongan.

Di tengah jalan, aku kebelet pipis. Dalam keadaan setengah sadar, aku mencari tempat yang gelap. Aku pun menunaikan hajat. Setelah selesai, aku kembali melanjutkan perjalanan. "Lhe, kamu kok kurang ajar temen!" (Lhe, kamu kok kurang akar sekali!) Seorang lelaki tua yang tidak jelas wajah dan wujudnya membantakku. Selanjutnya aku tak ingat apa-apa lagi.

"Untung ada Lik Saman yang membawamu pulang. Kalau tidak ada dia, mungkin kamu akan tidur semalaman di bawah pohon beringin," Ibuku memarahiku.

Namun, masih dalam keadaan pusing, aku merasakan sesuatu yang kurang enak. Badanku terasa mriyang, tak lama kemudian terasa dingin berganti panas dan seterusnya. Aku terserang demam. "Demam biasa, nanti juga sembuh," kata petugas kesehatan Puskesmas, menenangkan Ibu.

Tetapi tidak begitu dengan Ibu. Beliau benar-benar ketakutan hingga baru setengah hari dari Puskesmas, Ibu sudah memanggil Lik Hanapi, orang pinter yang biasa berhubungan dengan dunia mistik. "Nggak apa-apa kok. Asal selalu minum air sirih, nanti juga sembuh," tandasnya, setelah menjelaskan bahwa aku telah kesurupan anak jin penghuni beringin itu. (Gambar hanya sebagai ilustrasi dan bukan yang sebenarnya)

Ketika Bercinta Dengan Hantu

Kisah berikut saya ambil dari Koran Memo rubrik Misteri dan dikisahkan oleh Riono, warga Sedati Sidoarjo.

Kejadian yang cukup aneh dan berbau mistis ini, sempat membuatku bagai tidak percaya. Demikian juga dengan teman-teman kerja proyek. Kami mempunyai pengalaman yang sama ketika menggarap proyek rumah di daerah Medokan Ayu. Hampir setiap malam berturut-turut, kami bertiga ditemui seorang perempuan Belanda dan diajak berhubungan badan.

Anehnya, tidak aku saja yang mengalami. Kedua teman lain yang bermalam di lokasi proyek itu, juga ditemui. Tetapi pada hari lain secara berurutan. Sampai setelah kami menyadari ada seuatu yang aneh di sekitar lokasi ini, kami selalu sempat menjadikan bahan guyonan ketika salah seorang di antara kami ada yang mandi keramas pada pagi harinya.

Peristiwa ini langsung aku alami ketika baru semalam bermalam di lokasi proyek. Hari pertama itu cukup melelahkan, karena membangun barak tripleks dan menggali tanah untuk dipondasi. Begitu lelahnya, aku langsung mencari tempat untuk istirahat dan tidur ketika masih sore. Kebetulan juga rumah di sebelah tempat proyek belum ada penghuninya. Sehingga aku bisa memanfaatkan terasnya untuk tidur.

Mungkin karena terlalu lelah, aku langsung saja tertidur dengan lelap. Tetapi teman-teman sekerja juga tidak ada yang membangunkan. Aku baru terbangun ketika seorang perempuan Belanda membangunkanku. Begitu lelahnya, sampai aku menjawab dengan apa adanya setiap pertanyaan dan menyuruhku untuk tidur di dalam rumah.

Di dalam keadaan antara sadar dan tidak sadar, aku hanya mengikuti saja perintahnya dan masuk rumah. Aku mengikuti perempuan Belanda berbaju tidur putih terawang itu memasuki rumah. Aku tidak sempat mengamati apa saja yang ada di dalam rumah dan hanya langsung menuju ke tempat tidur yang ditunjuk oleh perempuan itu.

Masih aku ingat dengan jelas, perempuan itu ikut merebahkan diri di sebelahku. Aku sempat bingung, namun ia langsung meraih tubuhku untuk dicumbu sampai aku merasa tidak mampu untuk menolak nafsu yang ditawarkan. Rasanya perempuan itu menggumuliku sampaisepuas-puasnya, sampai aku merasa lelah dan tidur.

Namun mimpi dengan peristiwa yang layaknya kejadian yang sebenarnya itu, buyar ketika aku bangun dantetap berada di teras rumah sebelah. Awalnya aku kira hanya mimpi basah biasa, namun setelah itu aku baru mengetahui jika hal itu adalah ulah arwah yang ada di lokasi proyek.

Antara percaya dan tidak percaya, aku yang hanya seorang buruh bangunan bisa tidur dengan seorang perempuan Belanda yang canti, walaupun hanya arwahnya saja yang ada dalam mimpiku. Dan peristiwa ini menjadi pengalaman tersendiri bagi orang seperti aku. Apalagi pengalamanku adalah pengalaman dengan arwah.

Kebanggaan mengalami mimpi seperti itu, ternyata buyar ketika kedua orang temanku menceritakan pengalamannya dengan perempuan Belanda beberapa hari berikutnya. Padahal aku belum menceritakan pengalaman itu kepada mereka, walau aku sudah alami dua kali. Baru setelah itu aku ceritakan kepada mereka tentang pengalaman yang aku alami dengan perempuan Belanda yang sama juga dalam mimpi.

Merasa ada yang aneh dengan lokasi proyek itu, kami berencana melaporkan hal itu kepada mandor kerja. Namun ternyata mandor kami yang banyak ngerti dengan masalah gaib ini sudah mengetahui sebelum kami lapor kepadanya. Ia mengolok-olok salah seorang teman yang kedapatan baru mandi keramas dan sempat mengumpulkan kami untuk diajak ngobrol dengan adanya arwah perempuan Belanda itu.

Menurutnya, tidak perlu melawan kekuatan itu selama tidak merugikan. Bahkan dalam guyonan, menurutnya perempuan bule itu malah membantu kerja kami ...(Gambar hanya sebagai ilustrasi dan bukan yang
sebenarnya)

Kamis, 04 Juli 2013

Suatu Malam di Rumah Kos

Kisah ini saya ambil dari Koran Memo rubrik Misteri dan dikisahkan oleh Ferry A. asal Semarang.

Pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah kos di kawasan Gubeng Surabaya, aku sudah merasa ada yang tidak beres. Perasaanku terasa tidak enak. Tapi karena aku sudah terlanjur memesan kamar di sana, mau tidak mau aku harus menempatinya. Apalagi, aku sudah membayar kamar itu untuk satu bulan ke depan.

Ternyata, perasaanku memang benar adanya. Sebab pada malam harinya, aku diteror oleh sesuatu yang menyeramkan. Malam itu, adalah malam pertamaku di Surabaya. Karena aku tidak seberapa kenal dengan para penghuni kos yang lama, maka aku langsung tidur saja. Apalagi, aku mengambil satu kamar untuk seorang diri. Namun, aku tidak bisa memejamkan mata untuk waktu yang cukup lama, meski pun akhirnya aku tertidur juga. Pada saat tidur inilah, peristiwa menyaramkan itu bermula.

Ketika aku tidur, dalam kondisi setengah sadar, aku melihat seorang perempuan menghampiriku. Aku sama sekali tidak mengenalnya. Perempuan itu berkulit putih dan cantik. Sayangnya, kesan pertamaku tidak bertahan lama, karena pada saat berikutnya, ia berubah menjadi menyeramkan. Ia menangis dan wajahnya berubah nampak menakutkan.

Dalam kondisi ketakutan aku terbangun dengan nafas ngos-ngosan. Lamat-lamat aku mendengar suara televisi masih menyala. Karena itu aku langsung ke sana, siapa tahu masih ada anak kos yang masih menonton televisi. Sehingga bisa diajak ngobrol untuk mengendorkan keteganganku.

Tetapi aku hanya gigit jari, karena sesampainya di ruang tengah, tak ada seorang pun. Televisi juga sudah dimatikan. Anehnya, sesampai di ruang tengah, suara televisi tak terdengar lagi. Padahal tadi aku yakin mendengar suara televisi dari ruang tengah itu. Akhirnya aku kembali ke kamar.

Belum lama aku berada di kamar, terdengar suara langkah di ruang tengah. Aku segera keluar lagi. Tetapi aku tidak melihat seorang pun di sana. Namun, aku sempat melihat seorang perempuan yang masuk ke kamar paling ujung. Ah, mungkin itu keluarga ibu kos, pikirku.

Aku kembali ke kamar dan merebahkan diri di pembaringan. Mungkin karena kecapekkan atau sedang kalut, aku langsung tertidur. Tetapi sebelumnya, aku berjaga-jaga dengan berdoa sebisanya. Padahal sebelumnya, aku tidak pernah melakukannya.

Keesokan harinya aku ke kampus, untuk mengurus perkuliahanku. Kejadian semalam tidak begitu membekas, sehingga hari itu aku bisa menuntaskan semua yang harus kuselsaikan. Sayangnya, teror kembali terjadi pada malam harinya.

Padamalam kedua, teror yang terjadi benar-benar membuatku kelabakan. Seperti malam pertama, ada malam kekdua aku juga sulit tidur. Aku benar-benar tidak tahu kenapa bisa demikian. Padahal biasanya aku cepat tidur, tidak peduli tempat.

Lepas tengah malam, aku mendengar ada suara yang mengetuk pintu kamarku. Tanpa pikir panjang, aku langsung membukanya. Begitu pintu kamar terbuka, ternyata tidak ada seorang pun di sana. Tidak hanya bulu kudukku yang tiba-tiba merinding melihat kenyataan itu, jantungku berdegup keras. Aku benar-benar ketakutan. Pada malam itu, aku terjaga sampai pagi, dengan perasaan dan pikiran yang sulit untuk digambarkan.

Keesokan harinya, aku mendapat keterangan dari seorang anak kos lama, yang kebetulan seniorku di fakultas. Katanya, di rumah kos itu, dulu pernah terjadi ada seorang bunuh diri. Ia menempati kamar paling ujung! Pada saat itu, rumah itu hanya untuk kos putri. Tapi setelah kejadian itu, dikoskan untuk putra. Tanpa ingin tahu lebih jauh dan bertahan lebih lama, aku langsung pindah kos. (Gambar hanya sebagai ilustrasi dan bukan yang sebenarnya)

Jumlah Tayangan Laman

Noble