Saat itu aku masih duduk di bangku SMP. Ketika itu, keluargaku menempati sebuah rumah dinas peninggalan jaman Belanda. Bangunannya cukup besar, berlantai dua seluas kurang lebih 1000 meter persegi. Dan tentu saja kelihatan seram. Di atas tanah sekitar 2000 meter persegi itulah, rumah besar itu menjulang kokoh.
Halaman rumahnya sangat luas, dengan pohon-pohon besar berusia tua. Salah satu di antaranya adalah pohon beringin besar dengan akar-akar gantungnya yang merambahi seluruh permukaan batangnya.
Pada suatu sore, di kamar tidur keluarga yang terletak di lantai atas, termasuk ruang keluarga, semua keluarga sedang berkumpul. Sementara aku terpisah sendiri di kamar Ayah. Sebab, aku sedang asyuik membaca buku cerita. Saat itu hari masih sore. Posisiku menyandar di pintu penghubung antar kamar Ayah dengan kamar kakakku.
Kejadian itu masih membekas di ingatanku dengan jelas hingga sekarang. Karena dari sekian kali pengalamanku melihat makhluk halus, kejadian itulah yang paling menakutkan.
Pintu dalam keadaan terbuka, sehingga aku yang berada tepat di antara kedua kamar itu, kamar orangtua di sebelah kanan dan kamar lainnya di sisi kirinya, posisiku cukup nyaman untuk membaca. Karena pencahayaan cukup terang.
Dalam keasyikan membaca, dari sudut mata, aku mulai menyadari bahwa ada seseorang sedang melakukan sesuatu di kamar sebelah kiri. Sekilas, seperti orang sedang melaksanakan ibadah shalat. Aku tetap membaca. Begitu satu halaman selesai, kesadaranku mulai muncul. Siapa ya yang sedang shalat? Seluruh anggota keluarga kan sedang berada di ruang keluarga. Walau mulai berpikir, aku masih tenang dan meneruskan membaca.
Lamat-lamat, aku mulai menyadari bahwa orang tersebut shalat dengan arah yang terbalik. Kiblat tentu di arah barat, jadi seharusnya di membelakangiku. Tapi saat itu justru dia menghadap ke arahku. Tak perlu berpikir panjang, aku langsung mengalihkan perhatian dari buku cerita yang sedang aku baca ke arah orang yang sedang shalat tersebut, dengan maksud memberitahu arah yang benar.
Pada saat itulah aku melihat sesosok lain mengenakan mukena warna putih sedang berdiri dengan pendangan lurus ke arahku. Matanya tampak hitam, seperti bolong dinaungi alis yang sangat tebal dan hitam. Dalam hitungan sepersekian detik, aku sudah lari tunggang langgang ke ruang keluarga. Waktu itu terus terang aku merasa amat sangat ketakutan sekali.
Selang beberapa hari, Ibu yang khawatir mendengar yang kualami, memanggil seorang kiai untuk berdoa bersama. Kata kiai tersebut, makhluk yang aku lihat adalah manusia ngahiang. Artinya, manusia yang berpindah ke alam lain. Entah itu ke alam jin ataukah ke alam mana, aku sendiri tidak tahu, sebab aku kurang paham dengan pembicaraan antara Pak Kiai dengan Ayah.
Konon, makhluk itu tidak merasa perlu shalat ke arah kiblat. Mereka menganut ke arah mana pun adalah benar. (Dikutip dari Koran Memo rubrik Misteri dan dikisahkan oleh Putri Mantiri di Salemba, Jakarta Timur/Gambar hanya sebagai ilustrasi dan bukan yang sebenarnya)
Halaman rumahnya sangat luas, dengan pohon-pohon besar berusia tua. Salah satu di antaranya adalah pohon beringin besar dengan akar-akar gantungnya yang merambahi seluruh permukaan batangnya.
Pada suatu sore, di kamar tidur keluarga yang terletak di lantai atas, termasuk ruang keluarga, semua keluarga sedang berkumpul. Sementara aku terpisah sendiri di kamar Ayah. Sebab, aku sedang asyuik membaca buku cerita. Saat itu hari masih sore. Posisiku menyandar di pintu penghubung antar kamar Ayah dengan kamar kakakku.
Kejadian itu masih membekas di ingatanku dengan jelas hingga sekarang. Karena dari sekian kali pengalamanku melihat makhluk halus, kejadian itulah yang paling menakutkan.
Pintu dalam keadaan terbuka, sehingga aku yang berada tepat di antara kedua kamar itu, kamar orangtua di sebelah kanan dan kamar lainnya di sisi kirinya, posisiku cukup nyaman untuk membaca. Karena pencahayaan cukup terang.
Dalam keasyikan membaca, dari sudut mata, aku mulai menyadari bahwa ada seseorang sedang melakukan sesuatu di kamar sebelah kiri. Sekilas, seperti orang sedang melaksanakan ibadah shalat. Aku tetap membaca. Begitu satu halaman selesai, kesadaranku mulai muncul. Siapa ya yang sedang shalat? Seluruh anggota keluarga kan sedang berada di ruang keluarga. Walau mulai berpikir, aku masih tenang dan meneruskan membaca.
Lamat-lamat, aku mulai menyadari bahwa orang tersebut shalat dengan arah yang terbalik. Kiblat tentu di arah barat, jadi seharusnya di membelakangiku. Tapi saat itu justru dia menghadap ke arahku. Tak perlu berpikir panjang, aku langsung mengalihkan perhatian dari buku cerita yang sedang aku baca ke arah orang yang sedang shalat tersebut, dengan maksud memberitahu arah yang benar.
Pada saat itulah aku melihat sesosok lain mengenakan mukena warna putih sedang berdiri dengan pendangan lurus ke arahku. Matanya tampak hitam, seperti bolong dinaungi alis yang sangat tebal dan hitam. Dalam hitungan sepersekian detik, aku sudah lari tunggang langgang ke ruang keluarga. Waktu itu terus terang aku merasa amat sangat ketakutan sekali.
Selang beberapa hari, Ibu yang khawatir mendengar yang kualami, memanggil seorang kiai untuk berdoa bersama. Kata kiai tersebut, makhluk yang aku lihat adalah manusia ngahiang. Artinya, manusia yang berpindah ke alam lain. Entah itu ke alam jin ataukah ke alam mana, aku sendiri tidak tahu, sebab aku kurang paham dengan pembicaraan antara Pak Kiai dengan Ayah.
Konon, makhluk itu tidak merasa perlu shalat ke arah kiblat. Mereka menganut ke arah mana pun adalah benar. (Dikutip dari Koran Memo rubrik Misteri dan dikisahkan oleh Putri Mantiri di Salemba, Jakarta Timur/Gambar hanya sebagai ilustrasi dan bukan yang sebenarnya)